Universitas Pendidikan Indonesia melalui panitia Idul Adha 1444 H menyelenggarakan kegiatan Shalat Idul Adha, penyembelihan dan pendistribusian hewan qurban pada Kamis, 29 Juni 2023. Ketua Panitia Kegiatan Idul adha 1444 H Masjid Al Furqan UPI, Dr. Phil. Yudi Sukmayadi, M.Pd sekaligus Dekan Fakultas Pendidikan Seni dan Desain (FPSD) Universitas Pendidikan Indonesia menjelaskan rangkaian kegiatan Idul adha 1444 diantaranya seminar Idul Adha yang telah diselenggarakan pada hari Jum’at 16 Juni 2023, khitanan massal yang telah diselenggarakan pada hari jum’at 23 Juni 2023, Shalat Idul Adha, penyembelihan dan pendistribusian hewan qurban diselenggarakan pada Kamis, 29 Juni 2023, serta ditutup dengan pelaksanaan lomba foto story serta pentas seni. Dr. Phil. Yudi Sukmayadi, M.Pd menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan menyukseskan pelaksanaan Idul Adha 1444 H di Universitas Pendidikan Indonesia.
Pelaksanaan Shalat dan Khutbah Idul Adha dipimpin oleh Prof. Dr. Drs. Udin Supriadi, M.Pd yang merupakan dosen pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia. Pada pelaksanaan Shalat dan Khutbah ini, Prof. Dr. Drs. Udin Supriadi, M.Pd mengungkapkan bahwa Ibadah haji diwajibkan oleh Allah SWT kepada kaum muslimin, tidak hanya mengandung makna ibadah (ritual) dalam bentuk ibadah fisik semata, tetapi juga merupakan perjalanan spiritual yang mengandung nilai-nilai yang esensial bagi kehidupan manusia sebagai satu-satunya makhluk Allah pemegang khalifah di muka bumi dengan segala peradabannya. Menurutnya, Haji sebagai ibadah, memberi makna bagi kehidupan umat Islam disamping sebagai bentuk ritual itu sendiri yang diwajibkan kepada setiap muslim yang memiliki kemampuan, juga di dalamnya mengandung makna simbolik yang dalam dan luas.
Prof. Dr. Drs. Udin Supriadi, M.Pd mengungkapkan nilai-nilai esensial bagi kehidupan manusia dalam haji dan qurban diantaranya nilai persatuan, persamaan, persaudaraan, pengorbanan dan syukur sebagai makna sentral yang dapat diungkapkan dan diberi penghayatan. Menurutnya, persatuan pada hakekatnya merupakan misi yang tersimpan di dalam ibadah haji, dimana hanya satu identitas yang melekat pada hati setiap orang yang datang berhaji, yaitu iman. Haji merupakan lambang persatuan umat harus dihayati dan dikembangkan di dalam setiap hati orang beriman dan tercermin dalam kehidupan umat Islam.
Lebih lanjut menjelaskan bahawa persatuan dapat dibangun dengan menumbuhkan kesadaran di kalangan umat Islam untuk menghargai nilai dan makna persatuan sebagai suatu kebutuhan bersama dengan mengenyampingkan perbedaan paham dan pandangan. Nilai persatuan di atas tidak dapat dicapai apabila makna kedua dari ibadah haji tidak tumbuh dalam setiap hati umat Islam yaitu makna kebersamaan.
Prof. Dr. Drs. Udin Supriadi, M.Pd memberikan penjelasan tentang persamaan yang dimaknai sebagai kesejajaran derajat kemanusiaan, karena kesamaan asal dan sumber penciptaan, sehingga tidak ada bangsa yang lebih unggul dan tiada individu yang lebih menonjol, kecuali pada kualitas ketakwaannya. Persamaan pada dasarnya merupakan modal dasar bagi umat Islam untuk tampil, berkomunikasi dan berkiprah bersama-sama umat lainnya dengan penuh kepercayaan diri. Tampil menjadi pelaku utama dan pembaharu dunia, untuk menjadi umat yang menentukan jalannya sejarah peradaban manusia.
Selain persamaan, Prof. Dr. Drs. Udin Supriadi, M.Pd menekankan pentingnya nilai persaudaraan (ukhuwah) sebagai bagian yang sangat penting dari masyarakat Islam. Nilai ini merupakan perekat yang kuat yang memberikan warna tersendiri bagi perwujudan suatu masyarakat muslim. Setiap muslim pada hakekatnya adalah bersaudara untuk saling tolong menolong, bahu membahu dan saling memberi manfaat.
Menurutnya persaudaraan sesama muslim hendaknya seperti kedua belah tangan, dimana antara keduanya saling bahu membahu, bantu membantu walaupun kedua tangan itu berbeda dalam tugas atau kedudukannya. Dan persaudaraan sesama muslim itu janganlah seperti kedua belah telinga dari sisi tempatnya, dimana satu dengan lainnya bersifat masing-masing, berjalan masing-masing tanpa memperhatikan saudaranya
Lebih lanjut mengungkapkan bahwa pada era peradaban modern sekarang ini makna ukhuwah semakin penting untuk dihayati, di saat individualisme berkembang di tengah-tengah masyarakat kita, sebagai akibat perkembangan dan peningkatan aktivitas individu, disaat perubahan dan pergeseran semakin cepat seperti sekarang ini. Makna ukhuwah akan memberikan kesegaran batin yang melahirkan ketentraman dan kedamaian, karena persaudaraan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia sebagai makhluk sosial yang memerlukan pertolongan manusia lain. Jika nilai-nilai ukhuwah ini telah tumbuh dan berkembang di kalangan umat Islam, maka tak dapat disangkal lagi bahwa umat Islam akan memiliki kekuatan dan keutuhan yang akan diperhitungkan orang lain.
Selain Ibadah haji dan qurban dapat dimaknai sebagai nilai persatuan, persamaan dan persaudaraan, juga dapat dimaknai sebagai tasyakur kepada Allah SWT dengan atas nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya. Syukur adalah suatu sikap yang tumbuh dari suatu penghayatan yang sungguh-sungguh dan kesadaran diri yang timbul dari keyakinan bahwa setiap rizki yang didapat pada hakekatnya merupakan pemberian Allah SWT. Bekerja keras menggunakan pikiran dan tenaga dalam berbagai garapan kehidupan, sungguh-sungguh mencintai dan mengembangkan profesi, meningkatkan kemampuan dan produktivitas kerja, menjaga dan memelihara kesehatan dan melestarikan lingkungan adalah ungkapan nyata dan makna syukur seorang hamba Allah SWT.
Seorang muslim yang menghayati makna syukur ini adalah seorang warga masyarakat yang mandiri, bertanggung jawab dan memiliki dedikasi serta warga yang memiliki kadar disiplin yang tinggi. Syukur sangat relevan dan erat kaitannya dengan peningkatan etos kerja masyarakat, bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia saat ini. Karena mental yang tahu dan kenal rasa syukur inilah yang diharapkan dapat tertanam pada jiwa manusia Indonesia sebagai bentuk nyata dari manusia pembangunan.
Pada akhir khutbah Idul Adha 1444 H di Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Drs. Udin Supriadi, M.Pd mengungkapkan bahwa Ibadah qurban juga dapat dimaknai sebagai nilai pengorbanan, yaitu keikhlasan untuk bertenggang rasa, memberikan perhatian dan mengorbankan sebagian perasaan kita untuk berbagi suka dan duka dengan sesama, peka terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat sekitarnya, ikut merasakan derita orang lain, ikut merasa senang pada orang lain yang berbahagia. Berbagi rasa bahagia dan duka merupakan sikap hidup yang perlu dipupuk dan dikembangkan dengan cara melatih diri sendiri untuk menekan perasaan dan gejolak nafsu keserakahan dan kerakusan yang sering hinggap di hati (Yana Setiawan/Humas UPI)